BPK-RI Perwakilan KalBar menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) belanja bantuan dana sosial (Bansos) Tahun 2006-2008, saat ditemui di Kantor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Lt II Jl. Achmad Yani pada Jumpa Pers Selasa (22/12/09) siang.
’’sekurangnya sekitar 25 orang hadir untuk menyuarakan hasil penemuan audit tersebut yaitu, terkait Penemuan Indikasi Kerugian Daerah. Hadir juga diantaranya Sutarmidji (Walikota KalBar), Gunarwanto, SF, MM, AK (Kepala Sub Auditorat Kalbar I), Drs. Juadi Wahid (Kepala Sub Auditorat KalBar II), Tukino, SE (Kepala Seksi KalBar II A), Drs. Mudjijono (Kepala Perwakilan BPK-RI Prov. KalBar).
Dari LPBH BPK RI ditemukan adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp 21, 46 Millyar pada pengelolaan Kota Pontianak selam tiga Tahun berturut-turut. Selain itu BPK juga menemukan permasalahan lain yaitu tidak adanya Laporan Pertanggung Jawaban penggunaan dana Bansos sebesar Rp 3 millyar untuk pembangunan sirkuit balap motor yaitu pada pengurus cabang IMI Kota Pontianak. Dalam LHP banyak sekali temuan indikasi kerugian daerah yang disebabkan karena adanya kesengajaan dari pejabat yang berwenang seperti Walikota, sekda dan Pimpinan DPRD, serta beberapa anggota DPRD saat itu.
’’Kepala Perwakilan BPK-RI Prov. KalBar Drs. Juadi Wahid (Kepala Sub Auditorat KalBar II), dalam sambutannya menjelaskan bahwa pada hari ini kita dapat menghadiri penyerahan hasil pemeriksaan BPK-RI atas pertanggung jawaban pengguna belanja bantuan sosial tahun anggaran 2006, 2007, 2008 pemerintah kota pontianak kepada DPRD kota pontianak dan BPK-RI untuk melaksanakan pemeriksaan atas belanja bansos tersebut. Yaitu dalam rangka turut mewujudkan tata kelola keuangan yang baik, jujur, transparan dan akuntabel serta BPK-RI melaksanakan pemeriksaan berdasarkan pada standart pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang ditetapkan oleh BPK-RI, sehingga pemeriksaan tersebut diarahkan pada pelaksanaan sistem pengadilan intern serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu pertanggung jawaban penggunaan belanja Bansos Tahun 2006, 2007, 2008 pada kota pontianak dan pemeriksaan dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus sampai 9 Oktober 2009.
Pemerintah kota pada Tahun 2006, 2007, 2008 telah menganggarkan dana BANSOS sebesar Rp 115, 86 Millyar dan merealisasikan sebesar Rp 114, 44 Millyar. Pada Tahun 2006 anggaran belanja BANSOS sebesar Rp 47, 12 Millyar dengan realisasi sebesar Rp 45, 71 Millyar atau 97 % dari anggaran dan Tahun 2007 anggaran sebesar Rp 36, 87 Millyar dan realisasi sebesar Rp 36, 87 % Millyar atau 100 % dari anggaran, Tahun 2008 pemerintah kota telah merealisasikan BANSOS sebesar Rp 31, 856 Millyar atau 99, 99 % dari anggaran BANSOS sebesar Rp 31, 857 Millyar. Urainya
Menurutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI menemukan adanya kelemahan yang sangat mendasar pada sistim pengendalian intern pemberian dan pertanggung jawaban belanja bantuan BANSOS pemerintah kota pontianak pada Tahun 2006 hingga tahun 2008, Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo, permendagri No. 59 Tahun 2007, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah menyatakan bahwa belanja BANSOS digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang, barang kepada kelompok, anggota masyarakat dan partai politik. Namun kenyataa sebenarnya terdapat penggunaan BANSOS pemerintah kota pontianak untuk keperluan walikota, sekertaris daerah dan beberapa pimpinan anggota DPRD kota pontianak, sehingga penggunaan dana BANSOS tidak sesuai dengan peruntukannya.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 jo, permendagri No. 59 Tahun 2007 secara tegas mewajibkan kepada penerima BANSOS untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban penggunaanya kepada pemerintah daerah. Namun sebenarnya pemerintah kota pontianak belum sepenuhnya menerapkan kewajiban tersebut dan pengelolaan dana BANSOS Tahun 2006 sampai tahun 2008 tidak didukung dengan peraturan atau ketentuan yang mengatur tentang mekanisme pemberian dana yaitu syarat-syarat permohonan pengajuan dan dan pertanggung jawaban penggunaan dana serta penggunaan danan BANSOS pada Tahun 2006 hanya didasarka kepada kebijakan disposisi dari sekertaris daerah kota pontianak, sedangkan Tahun 2007 dan 2008 disposisi sekertaris daerah juga didasarkan disposisi Walikota pontianak.
Pasal 40 Undang-Undang No. 3 tahun 2005, tentang sistim keolahragaan Nasional menyatakan bahwa pengurus komite olahraga Nasional, komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural serta jabatan publik. Namun sebenarnya kepengurusan KONI Kota Pontianak periode 2006, 2008 sebagian besar merangkap jabatan sebagai pejabat struktursl maupun pejabat publik serta adanya rangkap jabatan ini sering kali menimbulkan konflikkepentingan ditubuh organisasi KONI sendiri. Hal ini tentunya membawa dampak tidak optimalnya pengendalian dan pengawasan dimana selaku pejabat pemberi bantuan dan pengawas atas kebenaran tersebut.
Adanya unsur kesengngajaan atau kelalaian para penyalur BANSOS dan penerima BANSOS dalam melaksanakan ketentuan pengelolaan serta pertanggung jawaban BANSOS antara lain, pemberian BANSOS tidak sampai kepada penerima bantuan, realisasi belanja BANSOS dengan proposal permohonan dana bantuan fiktif dan penggunanaan dana BANSOS secara tidak jelas. Namun kelemahan implementasi sistim pengendalian intern tersebut menyebabkan tidak terciptanya mekanisme saling uji antara kebenaran formal dan kebenaran materil, karena kelemahan ini memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk memanfaatkannaya antara lain, berupa penggunaan dana daerah oleh pejabat baik dari eksekutif maupun legislatif di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar