Palangkaraya (18/09), Tanggapan Koalisi Rakyat Anti Perkebunan Sawit Di Kawasan Eks PLG, Arie Rompas (Direktur Eksekutif WALHI Provinsi Kalimantan Tengah) mengatakan antara lain:
1. Kawasan Eks PLG merupakan kawasan kritis, kondisi lingkungan yang terdegradasi dan rusak disebabkan oleh proyek - proyek pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Tetapi dalam realisasinya menjadikan kawasan Eks PLG dalam kondisi krisis akibat hancurnya kawasan hutan gambut dan menjadikan kawasan tersebut rawan akan bencana, antara lain terjadinya kebakaran hutan di kawasan tersebut, sehingga ketika musim kemarau menyebabkan bencana asap, sedangkan pada musim penghujan terjadi bencana banjir.
2. Adanya proyek - proyek yang mengatasnamakan pembangunan dan konservasi di sekitar kawasan yang menyebabkan kawasan tersebut menjadi terancam, antara lain ancaman terhadap sumber - sumber penghidupan masyarakat lokal dan transmigran seperti investasi pembangunan perkebunan sawit di kawasan eks PLG yang sudah dilakukan oleh 23 perusahaan dengan luas mencapai 935.225 Hektar dengan cara memonopoli tanah dan mengambil hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat transmigran di kawasan tersebut seperti PT. Globalindo Agung Lestari yang beroperasi di kawasan eks PLG di Blok A yang telah mengambil tanah-tanah masyarakat di desa Dadahup, Mentangai dan Lamunti serta melakukan penggusuran kawasan transmigran yang telah memiliki sertifikat hak atas tanah, dan PT. Globalindo Agung Lestari belum memiliki AMDAL, serta tidak mempunyai ijin pelepasan kawasan hutan dan perijinan yang tidak prosedural dan bermasalah.
3. Selain itu proyek PLG juga telah menghancurkan sistem perekonomian masyarakat sekitar kawasan tersebut, masyarakat lokal dan transmigrasi kehilangan mata pencaharian seperti kebun rotan, kebun galam, gemur, purun, kolam ikan tradisioanal (beje), dan sungai yang merupakan tempat mata pencaharian masyarakat hilang akibat dari pembukaan proyek PLG tersebut yang dibangun tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan tanpa partisipasi masyarakat tersebut.
4. Tetapi dengan kondisi kawasan Eks PLG yang sudah terdegradasi dan rusak, masyarakat di sekitar kawasan tersebut memiliki inisiatif dengan mencoba untuk memperbaiki dan merehabilitasi kawasan dengan upaya swadaya dan kearifan lokal dimana hutan dan gambut merupakan urat nadi kehidupan yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan masyarakat di sekitar kawasan.
5. Untuk mencegah terjadinya tragedy ekologi yang kedua kalinya dan penderitaan masyarakat di sekitar kawasan eks PLG, serta upaya keberlanjutan penghidupan maka kami masyarakat sipil yang peduli terhadap kondisi lingkungan dan sosial di kawasan eks PLG dan dengan masyarakat sekitar bersatu untuk melawan proyek-proyek yang mangancam sumber-sumber penghidupan rakyat di kawasan eks PLG, terutama perkebunan skala besar sawit yang akan mengabaikan hak-hak masyarakat atas tanah, merampas hak untuk mengembangakan kehidupan yang layak serta menghilangkan kesempatan untuk mengembangkan budaya produksi pertanian yang bebas, serta Kawasan Eks PLG seharusnya direhabilitasi dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan karena pentingnya kawasan gambut sebagai ekosistem penyerap karbon terkait perubahan iklim dan keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar kawasan tersebut. Apabila kawasan tersebut di berikan ijin untuk perkebunan sawit, akan bertengtangan dengan Inpres Nomor 2 tahun 2007 dan LOI Indonesia dengan norwegia untuk memoratorium pembukaan kawasan gambut sehubungan dengan upaya pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi hingga 26 persen pada tahun 2020 sesuai dengan komitmen Presiden SBY. (Olin & Dana)