Jakarta - Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Soebiyanto menganggap ada upaya manuver politik dalam Pansus Orang Hilang yang sedang digarap DPR. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menghalangi laju Partai Gerindra yang saat ini sedang bersiap menghadapi pemilu 2009.
“Sudah banyak tokoh dan pihak yang memberi tanggapan soal pansus ini, dan saya sependapat dengan pendapat tokoh-tokoh tersebut, bahwa dari segi timing saja, ini sudah keliatan ini merupakan manuver politik dari pihak-pihak yang mungkin merasa terancam oleh lajunya partai Gerindra. Ini saya lihat lebih kearah manuver politik. Tidak ada masalah, kita akan terus, karena rakyat menuntut perubahan karena kesulitan ekonomi yang mendasar,” ujar mantan Danjen Kopassus ini di Ary Sutta Center Jakarta, Rabu 22 Oktober 2008.
Prabowo mengatakan, dalam alam demokrasi seharusnya kita tidak berpikir musuh, harusnya kita sama-sama sebagai warga Negara dimana demokrasi menuntut adanya pilihan. “Saya sebagai warga Negara yang bertanggung jawab, melihat negara saya yang sedang sulit, saya maju menawarkan pilihan, dan rakyat yang akan memilih,”ungkapnya.
Dirinya menyayangkan adanya sejumlah politisi yang lebih mementingkan kekuasaan. “Begitu mereka mendapatkan kekuasaan, mereka gunakan kekuasaan itu untuk memperkaya diri, bukan untuk membela rakyat. Inilah orang-orang yang mungkin terancam oleh gerakan perubahan yang kita tawarkan”jelasnya.
Menanggapi apakah dirinya akan datang atau tidak di pansus orang hilang, Prabowo memandangnya dari segi hukum dan legitimasinya. “Saya kira legitimasinya itu lemah. Kan sudah ada ucapan dari Jaksa Agung, dan sebagainya,”tandas ketua HKTI ini. (Gahar).
Mengenai Saya
- Indo Berita nusantara
- jakarta, selatan, Indonesia
- Indo Berita Nusantara merupakan situs berita internet yang memberikan informasi berbentuk berita diseluruh nusantara Alamat Jl. Joe. Gg. Kelapa Hijau Telp.(021)98265014 Anda punya berita atau informasi silahkan kirim ke e-mal : ibernas.jakarta@yahoo.com
Rabu, 29 Oktober 2008
MANTAN KORBAN PENCULIKAN MINTA PANSUS ORANG HILANG DIBUBARKAN
Jakarta - Mantan korban penculikan aktifis tahun 1998 yang juga Mantan Wakil Sekjen PDI, Haryanto Taslam mendesak dibubarkannya Pansus Orang Hilang di DPR. Sebab menurutnya keberadaan Pansus tersebut sudah tidak relevan lagi.
“Lebih baik dibubarkan saja karena sudah tidak perlu ada lagi. Sebaliknya pemerintah harus berani mengambil tanggung jawab atas kesalahan-kesalahan pemerintahan masa lalu,”tegas Hartas panggilan akrab Haryanto Taslam pada wartawan di gedung DPR RI Jakarta, Rabu 22 Oktober 2008.
Hartas mengecam pihak-pihak yang sengaja perdagangkan isu menyangkut kepastian anak bangsa yang menjadi korban demi kepentingan politik. “Langkah DPR menggelar pansus untuk orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 disaat menjhelang pemilu 2009 jelas sarat dengan manuver politik daripada sebuah usaha penegakan hukum dan HAM,”tukasnya.
Apalagi, lanjutnya, kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 pada kenyataan pernah diproses di Mahkamah Militer Tinggi Jakarta pada tahun 1999 lalu. Kepada mereka yang dinyatakan terlibat dan terbukti melanggar hukum telah dijatuhi vonis dan telah menjalani hukuman.
“Kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 seperti halnya kasus TSS, Tanjung Priok, Talangsari dan lain-lain adalah sebuah kebijakan politik rejim yang berkuasa pada saat itu, yang selama ini pada kenyataannya sulit diminta pertanggungjawabannya secara pribadi terhadap para pejabat atau mantan pejabat yang diduga terlibat,”akunya.
Hartas menilai bahwa kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 adalah buah kebijakan politik yang salah yang telah dilakukan oleh rejim penguasa yang lalu yang harus menjadi pelajaran sejarah yang amat berharga.
“Oleh karenanya pemerintah sekarang harus menjamin kesalahan seperti itu tidak terjadi kembali di masa sekarang dan masa datang,”sarannya.
Selain itu, Pemerintah harus menetapkan suatu sikap politik yang mengedepankan penghargaan atas harkat dan martabat para korban yang hingga kini masih dinyatakan hilang sebagai warga bangsa yang terhormat dan layak dihargai peran sejarahnya. “Berikan santunan dan jaminan social kepada keluarga korban sebagai kompensasi atas segala penderitaan mereka dalam penantian panjang,”pintanya. (Gahar).
“Lebih baik dibubarkan saja karena sudah tidak perlu ada lagi. Sebaliknya pemerintah harus berani mengambil tanggung jawab atas kesalahan-kesalahan pemerintahan masa lalu,”tegas Hartas panggilan akrab Haryanto Taslam pada wartawan di gedung DPR RI Jakarta, Rabu 22 Oktober 2008.
Hartas mengecam pihak-pihak yang sengaja perdagangkan isu menyangkut kepastian anak bangsa yang menjadi korban demi kepentingan politik. “Langkah DPR menggelar pansus untuk orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 disaat menjhelang pemilu 2009 jelas sarat dengan manuver politik daripada sebuah usaha penegakan hukum dan HAM,”tukasnya.
Apalagi, lanjutnya, kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 pada kenyataan pernah diproses di Mahkamah Militer Tinggi Jakarta pada tahun 1999 lalu. Kepada mereka yang dinyatakan terlibat dan terbukti melanggar hukum telah dijatuhi vonis dan telah menjalani hukuman.
“Kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 seperti halnya kasus TSS, Tanjung Priok, Talangsari dan lain-lain adalah sebuah kebijakan politik rejim yang berkuasa pada saat itu, yang selama ini pada kenyataannya sulit diminta pertanggungjawabannya secara pribadi terhadap para pejabat atau mantan pejabat yang diduga terlibat,”akunya.
Hartas menilai bahwa kasus orang hilang dan penculikan aktifis 1997/1998 adalah buah kebijakan politik yang salah yang telah dilakukan oleh rejim penguasa yang lalu yang harus menjadi pelajaran sejarah yang amat berharga.
“Oleh karenanya pemerintah sekarang harus menjamin kesalahan seperti itu tidak terjadi kembali di masa sekarang dan masa datang,”sarannya.
Selain itu, Pemerintah harus menetapkan suatu sikap politik yang mengedepankan penghargaan atas harkat dan martabat para korban yang hingga kini masih dinyatakan hilang sebagai warga bangsa yang terhormat dan layak dihargai peran sejarahnya. “Berikan santunan dan jaminan social kepada keluarga korban sebagai kompensasi atas segala penderitaan mereka dalam penantian panjang,”pintanya. (Gahar).
Langganan:
Postingan (Atom)