Medan - Tayang perdana film dokudrama berjudul “Perempuan Nias, Meretas Jalan Kesetaraan (PNMJK)” di Lapangan Merdeka Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Sabtu (25/10) malam, menyedot ribuan penonton, dan banyak perempuan tersanjung dan berdaya.
Seorang penonton yang juga aktivis perempuan di Gunung Sitoli, Nuril Melani Telaumbanua, mengatakan, film PNMJK cukup mewakili aspirasi kaum perempuan Nias. “Saya berharap ada perubahan yang terjadi di masyarakat,” harapnya.
Ketua salah satu ormas Islam di Nias, Jefrita Farid yang menyatakan, film dokudrama PNMJK merupakan sebuah film bernuansa pendidikan yang jarang dilakukan di Nias. “Penontonnya sangat ramai karena pertunjukan seperti ini jarang dilakukan,” sebutnya.
Wakapolres Nias, Jhony D. Sinaga, dalam komentarnya menyatakan pemutaran film dokudrama PNMJK merupakan cara efektif dalam menyosialisasikan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang saat ini gencar dilakuan aparat kepolisian.
Karenanya, dia berharap agar masyarakat dapat mengambil sisi edukasi dari film tersebut bahwa kekerasan dalam rumah tangga cukup berdampak negatif terhadap perempuan.
“Mari kita hentikan kekerasan terhadap perempuan. Dan masyarakat jangan segan-segan untuk melaporkan ke kepolisian jika menemukan kasus kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.
Jhony mengakui produksi film bertema kekerasan terhadap perempuan di Nias belum ada digarap sebelumnya. “Saya salut. Ini merupakan cara berbeda dalam penyampaian pesan karena selama ini hanya dilakukan melalui seminar-seminar ataupun diskusi-diskusi,” tandasnya.
Wakapolres juga mengucapkan terimakasih kepada Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan Sineas Film Documentary (SFD) dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independen(AJI) Medan , yang telah memproduksi film PNMJK.
“Saya berharap ada film lanjutan yang mengangkat tentang keberhasilan perempuan di Nias,” sebutnya.
Film dokudrama PNMJK ini berkisah tentang perkawinan dini di Kabupaten Nias yang diangkat dari kisah nyata. Berdasarkan penelitian PKPA, sepanjang 2005 – 2007 tercatat 109 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan dominasi kasus perkawinan dini.
Manajer Area PKPA Nias sekaligus sebagai Producer Film, Misran Lubis mengatakan, film dokudrama PNMJK tidak dimaksudkan untuk mendeskreditkan adat dan budaya masyarakat di Nias. “Hanya saja ada cara-cara yang salah dalam mengaplikasikannya. Karenanya kami berharap film ini menjadi titik awal bagi kita untuk lebih menghargai perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan tidak kita dengar dan jumpai lagi,” katanya.
Bedah Film di RRI
Beberapa jam sebelum penayangan masal di lapangan, film dokudrama PNMJK juga diputar pada acara kupas film di RRI Pro2 FM Nias. Sutradara, produser dan pemeran utama, berdialog dengan masyarakat. “Nonton film dulu, lalu bedah film. Acara ini disiarkan secara langsung,” kata Sutradara film dokudrama PNMJK, Onny Kresnawan.
Onny mengatakan, masyarakat cukup terkesan atas film tersebut. Salah satu pertanyaan yang muncul dari peserta diskusi adalah pemilihan kata “Meretas” dalam judul film tersebut. “Jujurnya, saya dan tim kreatif sempat juga saling debat dan ada yang menawarkan pakai kalimat “Merintis”. Tapi jatuhnya pada kalimat “Meretas” Kalau merintis, saya yakin sudah ada perempuan-perampuan Nias yang melakukannya, hanya saja masih belum mulus jalannya. Maka, kini saatnya perempuan Nias harus meretas jalan yang sudah dibuat itu untuk menuju yang lebih baik lagi,” argumennya
Seorang tokoh perempuan Nias yang juga mantan anggota DPRD Kabupaten Nias, Nur Delima, mengatakan, film ini sangat menyentuh. Sementara, staf Dinas KB dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Nias, Dermanyati Mendrofa, mengatakan, “kami sangat tertarik menonton film dokudrama ini. Di kabupaten ini juga banyak hal-hal serupa terjadi. Saya harap PKPA bisa memproduksi film yang menceritakan tentang perempuan Nias yang berprestasi. Film ini diharapkan dapat memotivasi perempuan-perempuan Nias untuk bisa lebih maju selangkah.”
Onny mengatakan, baiknya penilaian masyarakat terhadap film tersebut merupakan hasil kerja keras anak-anak Nias dan dipersembahkan untuk anak-anak Nias. “Kami berusaha memaksimalkan hasil dari serba keterbatasan yang ada, misalnya pemain yang tidak punya pengalaman dalam bermain dan minimnya pendanaan. Tapi ini bukan menjadi halangan berarti.Sesuai dengan motto SFD, ‘Berkarya Profesional, Bersemangat Kerelawanan’,” ujarnya.
“Kita tidak berhenti dengan keterbatasan dana, karena ada persoalan masyarakat yang harus segera disampaikan, itu yang lebih penting,” tandas Onny. (Gahar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar