Bangkok - Persoalan nelayan kecil Aceh yang sering terdampar di kepulauan Andaman dan Nikobar dibahas dalam Global Conference on Securing Rights of Small Scale Fisheries di Bangkok sejak 14-17 Oktober lalu. Salah satu keputusan konferensi itu, UN FAO telah mengagendakan lebih lanjut pertemuan menteri perikanan dan maritim pada Maret 2009 di Roma Italia tentang nelayan nelayan kecil yang melintasi batas negara.“Nelayan kecil yang ditahan di luar negeri sering diperlakukan tidak manusia seperti tawanan perang yang sering terjadi antar negara di Afrika, Asia dan Amerika latin,” sebut Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh M Adli Abdullah, Ahad (19/10).
Dalam pernyataan tertulis, Adli menjelaskan dalam konferensi yang diprakarsai oleh UN FAO, South East Asia Fisheries Development (Seafdec) dan World Fish Center, mengutip data dari World Fishers Forum People (WFFP) dan International Collective Support of Fishworkers (ICSF), sekarang terdapat 10 titik yang sering terjadi penahanan nelayan kecil pelintas batas oleh negara di dunia. Nelayan yang sering ditahan yakni nelayan asal Aceh di lautan India, nelayan Indonesia timur di Australia dan Papua Nugini, Eriteria dan Yaman, Senegal dan Mauritania, Kenya-Gabon dan Somalia, India-Pakistan-Srilangka-Bangladesh, dan Thailand-Malaysia-Vietnam dan Cambodia, Chili dan Brazil. “Konfererensi ini merekomendasikan setiap negara yang sering menghadapi permasalahan penangkapan nelayan kecil mengikuti ketentuan pasal 73 hukum laut Perserikatan Bangsa Bangsa (UNCLOS) tahun 1981. Mereka dilindungi dan tidak mendapat hukuman seperti narapidana lainnya dan diminta,” pinta Adli panjang lebar.
Pada kesempatan sama, Presiden World Fishers Forum People, Saseegh Jaffer menyerukan agar digagas perjanjian bilateral dan multilateral untuk melindungi nelayan nelayan kecil pelintas batas di dunia. Nelayan kecil harus mendapat perlindungan dan lebih diutamakan dalam pengelolaan sumber daya perikanan, karena mareka melaut bukan untuk memperkaya diri tetapi mencari sesuap nasi untuk memberi makan keluarga. World FishersForum People adalah wadah aktifis dan organisasi nelayan se dunia yang berkantor pusatnya di Afrika Selatan dan organisasi panglima laot Aceh dibicarakan menjadi anggota penuh WFFP sehingga nelayan Aceh menjadi bahagian dalam komunitas nelayan global.
Konferensi global ini dihadiri oleh 323 peserta mewakili negara negara maju dan berkembang, organisasi nelayan dari seluruh dunia, WFFP, ICSF, serta serta Badan Badan Internasional lainnya menangani bidang perikanan. Konferensi selama tiga hari ini membahas pengakuan dan perlindungan terhadap hak hak nelayan kecil di seluruh dunia. (Gahar/Sumber M Adli Abdullah/Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar